Kamis, 19 Juli 2018

PERNIKAHAN MELALUI MEDIA ONLINE PERSPEKTIF FIQIH




Nama Penulis : Grawita Nugraha Cipta Manggala Eka Putra (15422108)[1]

Pendahuluan
Memulai pembahasan kali ini dengan sebuah kabar yang beredar di sosial media beberapa pekan lalu. Kabar tersebut berasal dari pasangan mempelai pria dan wanita yang melakukan prosesi akad nikahnya melalui video call. Kedua mempelai tersebut bernama Briptu Andik dan Briptu Nova. Saat itu amanah pekerjaan yang menghampiri mereka berdualah yang menghendaki mereka untuk melakukan prosesi akad nikah via video call. Briptu Andik mengucapkan ijab Kabul di Pontianak, Kalimantan Barat, sementara Briptu Nova berada di Cikeas, Bogor.[2] Selengkapnya bisa menonton video rekaman dari Cikeas, Bogor, tempat Briptu Nova bertugas yang sedang menonton live prosesi akad nikah di Pontianak https://www.liputan6.com/regional/read/3495505/video-viral-polwan-nikah-lewat-video-call.

Teori
Semua hal yang berpengaruh pada kehidupan bersosial, berpolitik, berbangsa, bermasyarakat, bahkan beragama sekalipun sudah diatur di dalam Qur’an dan Sunnah, dan juga ijtihad para ulama. Tinggal kita bersama dengan pemahaman yang kita miliki untuk kembali kepada pedoman-pedoman tersebut. Begitu pun persoalan pernikahan, semua telah terbahas di dalam fiqih munakahat.
Perkawinan ialah akad antara calon isteri untuk memenuhi hajat jenisnya menurut yang diatur oleh syari’at. Hakikat nikah itu ialah akad antara calon laki-isteri untuk membolehkan keduanya bergaul sebagai suami isteri.[3] Dalam firman-Nya QS. An-nisa ayat 25 yang artinya: “Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain[4], Karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka Telah menjaga diri dengan kawin, Kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kemasyakatan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Pernikahan dalam Islam memiliki beberapa rukun dan syarat. Rukun dan syarat nikah memengaruhi sah atau tidaknya pernikahan menurut Islam. Rukun nikah yang disepakati oleh jumhur ulama terdiri dari lima hal. Lima rukun tersebut adalah ada mempelai pria (1), ada mempelai wanita (2), ada wali nikah (3), adanya dua orang saksi (4), dan ada ijab kabul (5). Mempelai pria dan wanita insyaa Allah sudah paham semua, yakni sepasang manusia yang akan menjalin kasih sayang dalam membentuk satu keluarga dan memenuhi ketaatannya kepada Allah dan RasulNya. Syariat Islam menentukan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon suami berdasarkan ijtihad para ulama yaitu:[5]
1.   Syarat-syarat calon mempelai pria:
a.   Calon suami beragama Islam
b.   Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki
c.   Orangnya diketahui dan tertentu
d.   Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon isteri
e.   Calon mempelai laki-laki tahu dan kenal pada calon isteri serta tahu betul calon isterinya halal baginya.
f.    Calon suami rela (tidak dipaksa) untuk melakukan perkawinan itu
g.   Tidak sedang melakukan ihram
h.   Tidak mempunyai isteri yang haram dimadu dengan calon isteri
i.    Tidak sedang mempunyai isteri empat.
2.   Syarat-syarat mempelai wanita:
a.   Beragama Islam atau ahli kitab.
b.   Terang (jelas) bahwa ia wanita, bukan khuntsa (banci)
c.   Wanita itu tentu orangnya
d.   Halal bagi calon suami
e.   Wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan dan tidak masih dalam masa ‘iddah.
f.    Tidak dipaksa dan ikhtiyar.
g.   Tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah[6]
Kemudian ada wali nikah, dimana wali nikah adalah ayah kandung wanita, atau saudara laki-lakinya, atau kerabat terdekat wanita, atau penerima wasiat dan lainnya yang sesuai dengan urutan ashabah wanita tersebut. Adapun urut-urutan wali adalah[7] Saudara laki-laki yang seayah seibu dengan dia (1), Saudara laki-laki yang seayah dengan dia (2), Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu seayah seayah dengan dia (3), Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seayah saja dengan dia (4), Saudara ayah yang laki-laki ( pamannya dari pihak laki-laki ) (5), dan Anak laki-laki dari paman yang dari pihak ayahnya yang sekandung kemudian yang seayah (6). Syarat seseorang boleh dijadikan wali nikah adalah Muslim (1), Laki-laki (2), Baligh dan berakal (3), Merdeka bukan sahaya (4), dan Bersifat adil (5).
Kemudian adapula dua orang saksi yang dimana memiliki syarat-syaratnya yaitu Laki-laki (1), Islam (2), Baligh (3), Mendengar (4), Bisa berbicara dan melihat (5), Berakal (6), dan Adil (7). Perlunya saksi dalam sebuah perkawinan adalah menjaga apabila ada tuduhan atau kecurigaan polisi atau orang lain terhadap pergaulan mereka dan untuk menguatkan janji mereka berdua, begitu pula terhadap keturunannya. Pada saat sekarang tidak hanya cukup saksi saja, tetapi harus disertai surat nikah. Ini bukan merupakan syarat nikah, tetapi hanya untuk menjaga kalau ada kesulitan, misalnya kalau kedua saksi tersebut jauh tempatnya atau sukar dicarinya atau sudah mati.
Adapun syarat pernikahan dalam Islam secara garis besarnya ada dua, yaitu:[8] Laki-laki dan perempuan sah untuk dinikahi. Artinya kedua calon pengantin adalah orang yng bukan haram dinikahi (1), dan akad dihadiri oleh para saksi (2).
Kemudian adalagi yang menjadi syarat sahnya pernikahan agar akad nikah dapat dilakukan, yaitu jelas sighot ijab dan kabul (1), kabul yang sesuai dengan ijab (2), dan akad yang dilakukan pada satu majelis (waktu) (3).[9]
Terpenuhinya syarat dan rukun suatu perkawinan, mengakibatkan diakuinya keabsahan perkawinan tersebut baik menurut hukum agama dan fiqh munakahat atau pemerintah. Bila salah satu syarat atau rukun tidak terpenuhi maka mengakibatkan tidak sahnya perkawinan menurut Fiqh Munakahat.

Pembahasan
Berdasarkan pada teori di atas sudah memenuhi pembahasan kita bahwasanya pernikahan melalui media online merupakan hal yang harus diperhatikan, apakah sudah memenuhi syarat dan rukun yang sudah disebutkan pada teori di atas. Kita kaitkan dengan fenomena yang terjadi baru-baru ini di Indonesia bahwasanya pernikahan mereka bukan berada di dalam satu majelis dan menurut sebagian ulama hal tersebut diperbolehkan asalkan sudah terpenuhi semua syarat dan rukun yang tertera.
Seperti pada saat itu, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid pernah ditanya dengan pertanyaan serupa. Berikut redaksi pertanyaannya yang artinya:[10]
Datang seseorang kepadaku semenjak beberapa tahun silam. Dan aku memberikannya ijin untuk menikahi aku. Dan telah terjadi proses nikah dengan perwakilan yang tidak bisa aku hadiri. Akan tetapi ia (pengantin lelaki) ada dan ada pula dua orang saksi dan seterusnya. Keluarga ku tidak menentang pernikahan ini akan tetapi mereka tidak mengetahui bahwa akad nikah telah terjadi. Apakah pernikahan seperti ini sah?
Beliau (Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid) menjawab :
Segala puji bagi Allah
Yang pertama: Bukan merupakan keharusan bagi engkau untuk menghadiri akad nikah, yang penting engkau sudah ridha dan itu cukup dibuktikan dengan ijin tertulis.
Yang kedua: Yang pokok adalah kehadiran walimu (wali nikah dari pihak pengantin wanita) atau yang mewakilinya. Karena pernikahan dengan tanpa adanya wali adalah pernikahan yang tidak sah berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam : ‘Tidak ada nikah dengan tanpa wali’ (HR. Abu Dawud : 2085, Tirmidzi 1101, Ibnu Majah : 1102 dari hadis Abu Musa Al-As’ari dishahihkan oleh Imam Al-Albani dalam Shahih Sunan Tirmidzi).”
Dan berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Wanita mana saja yang menikah dengan tanpa ijin walinya, maka nikahnya batal, batal, batal’ (HR. Ahmad 24417, Abu Dawud : 2083, Tirmidzi : 1102, dishahihkan oleh Imam Al-Albani dalam Shahihul Jami’ : 2079).”
Pertanyaan engkau: Keluargaku tidak menentang pernikahan ini namun mereka tidak mengetahui telah terjadi akad. Difahami dari ucapan ini bahwa keluargamu tidak menghadiri akad nikah, tidak dihadiri pula oleh wakilnya. Jika benar seperti itu maka pernikahan ini tidak sah dan wajib bagi engkau untuk mengulangi akad nikah dengan dihadiri oleh wali beserta dua orang saksi.
Ini jika engkau memiliki wali yang muslim, baik itu ayah, saudara lelaki atau wali lainnya. Jika tidak ada wali muslim maka walimu adalah wali hakim, jika tidak ada maka walimu adalah pimpinan yayasan dakwah atau imam masjid.
Dan engkau tidak menyebutkan jenis agama apa yang dianut oleh keluargamu. Berdasarkan hal ini, jika memang engkau tidak memiliki wali yang muslim maka gambaran pernikahan yang sudah dilakukan tadi sah. Namun jika engkau memiliki seorang wali muslim maka wajib akad nikah wajib diulangi dengan menghadirkan wali atauorang yang menjadi wakilnya sebagai wakil dari wali tersebut. Wallahu a’lam

Penutup
Terima kasih kami sampaikan kepada para pembaca tulisan ini, semoga bisa membuka wawasan teman-teman untuk bisa menggali ilmu dan barokah dalam pencariannya. Tidak luput kami juga ingin menyampaikan permohonan maaf bilamana banyak dari penulisan maupun karya tulis orang lain yang sudah kami muat sebagai referensi namun masih ditemukan kekeliruan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Kepada teman sekalian, jikalau ingin memberikan kritik dan sarannya terhadap tulisan ini, kami sampaikan jazakumullahu khayraa, karena kritik dan saran kalian sangat membantu tulisan ini lebih baik dari sebelumnya.

Referensi
Al Bayati, Abu Asywad. 2016. “Akad Ijab Qabul Tanpa Kehadiran Pengantin Wanita di Majelis Akad” https://bimbinganislam.com/akad-ijab-qabul-tanpa-kehadiran-pengantin-wanita-di-majelis-akad/. Fatwa Islam Soal Jawab no. 82266.  diakses pada tanggal 20 Juli 2018.
Haningsih, Sri. 2017. Buku Ajar Fiqh Mu’amalat Munakahat Mawaris. Cet. 1. Yogyakarta: UII.

Kangsaputra, Leonardus Selwyn. “Kisah Haru Polwan yang Menikah via Video Call, Videonya Viral!” https://lifestyle.okezone.com/read/2018/04/30/196/1892873/kisah-haru-polwan-yang-menikah-via-video-call-videonya-viral. Jurnal. diakses pada tanggal 19 Juli 2018.

Wati, Husna. 2016. “Pernikahan melalui Media Online dalam Perspektif Fiqh Munakahat” http://eprints.radenfatah.ac.id/290/.  Skripsi. Palembang: UIN Raden Fatah.




[1]Grawita N.C.M. Eka Putra, Mahasiswa prodi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 2015.

[2] Leonardus Selwyn Kangsaputra, “Kisah Haru Polwan yang Menikah via Video Call, Videonya Viral!”, https://lifestyle.okezone.com/read/2018/04/30/196/1892873/kisah-haru-polwan-yang-menikah-via-video-call-videonya-viral , Jurnal, diakses pada tanggal 19 Juli 2018.

[3] Sri Haningsih, Buku Ajar Fiqh Mu’amalat Munakahat Mawaris, (Yogyakarta: UII, 2017), hal. 57.
[4] Maksudnya: orang merdeka dan budak yang dikawininya itu adalah sama-sama keturunan Adam dan hawa dan sama-sama beriman.
[5] Husna Wati, “Pernikahan melalui Media Online dalam Perspektif Fiqh Munakahat” http://eprints.radenfatah.ac.id/290/ , Skripsi, (Palembang: UIN Raden Fatah, 2016), hal. 24-25.
[6] Ibid, hal 24-25.
[7] Sri Haningsih, Buku Ajar Fiqh Mu’amalat Munakahat Mawaris, Cet. 1 (Yogyakarta: UII, 2017), hal. 63-64.
[8]Husna Wati, Skripsi, hal. 1.
[9] Ibid, hal. 2.
[10] Abu Asywad Al Bayati, “Akad Ijab Qabul Tanpa Kehadiran Pengantin Wanita di Majelis Akad” https://bimbinganislam.com/akad-ijab-qabul-tanpa-kehadiran-pengantin-wanita-di-majelis-akad/, Fatwa Islam Soal Jawab no. 82266,  diakses pada tanggal 20 Juli 2018.

Selasa, 14 Februari 2012

salam hangat tu' friend's kelas IXA

Hall friend's gmana kbarx..? Always salam hangat n sukses for All friend's..  kwkkwkw ... blajaryg giat ya.. kan entar lg qt UN n UAS...